Selasa, 31 Januari 2012

AL-FATIHAH FOR DATUK KHAIRIL ANWAR SURBAKTI

While here in Brunei, I got a very surprising SMS from Pak Irfan and later on from Pak Syam in Medan this morning, informing me that ISDEV PhD graduate Datuk Khairil Anwar has passed away early in the morning, possibly due to a heart attack. We have just met him less than two weeks ago, when he was at USM in the Monthly Graduate Supervision on the 15th September. He seemed to be very healthy then.

Datuk Khairil is a hardworking student, rarely missing any of ISDEV Graduate academic meetings either in Penang or Medan, and has completed the first draft of his thesis (except the Conclusion chapter). Everytime ISDEV fraternity were in Medan attending Islamic Development Workshop (WAPI), he never missed to treat them for a dinner at his residence. But definitely Allah SWT loves him more and has taken him this morning. May Allah SWT accepts his study as a jihad fisabilillah and bestows him with rahmah, InshaAllah.

Datuk Khairil Anwar at ISDEV Monthly Graduate Supervision in June 2011
Datuk Khairil is the second ISDEV graduate who passed away in the midst of his study. The first was Pak Wim Ansory of Jakarta. Another ISDEV member who has passed away was Dr Salim of Medan, but only after years of the completion of his PhD. May Allah showers all of them with His mercy and love.

Sumber:
Blog Prof. Muhammad Syukri Salleh
Baca Selengkapnya/Read More..

DATUK KHAIRIL ANWAR SUBAKTI - IN MEMORY

ISDEV PhD student Datuk Khairil Anwar Subakti unexpectedly passed away in Medan this morning, believed to be due to a heart attack.

ISDEV members recall him as a hardworking and committed student, rarely missing any of ISDEV Graduate academic meetings either in Penang or Medan. He has a very supportive wife who never missed to accompany him whenever he came to ISDEV. Annually when ISDEV-UMSU Islamic Development Workshop (WAPI) were held in Medan, both Datuk Khairil and his wife treated ISDEV delegations generously with dinner at their residence. Both also take a good care of the former's old father at their home. Datuk Khairil too has a high knowledge of Islam, and used to deliver it to ISDEV delegations through his tazkirah after maghrib and fajr prayers.

His demise is a lost to ISDEV indeed. He has completed the first draft of his PhD thesis (except the Conclusion chapter) and expected to complete his study in a very near future. But Allah SWT loves him more. May Allah SWT showers him with rahmah and mercy and place him together with those who Allah SWT loves.

ISDEV members at USM performed solatul-ghaib for the late Datuk Khairil Anwar. So are those abroad, such as Prof Muhammad Syukri Salleh, Dr Zakaria Bahari and Dr Zahri Hamat who are in Bandar Seri Begawan, Brunei at the moment, and Dr Warjio in Perth, Australia.

Baca Selengkapnya/Read More..

Rabu, 28 Januari 2009

Referensi Takaful

Berikut ini link referensi tentang kajian asuransi Islam (takaful) baik dalam bentuk laporan riset, jurnal dan lin pengetahuan lainnya yang relevan dengan masalah asuransi Islam.

ARTIKEL

 

Growth of Islamic Insurance (Takaful) in Malaysia: A Model for the Region?

 

Takaful & Re-Takaful: The Shari’ah Perspectives

 

Dispute among the ‘Ulama’ On the Validity of Life Insurance

Doctrines Justifying Islamic Insurance/Takaful

Issues in Regulation and Supervision of Takaful (Islamic Insurance)

Legal and other grounds for Implimenting Islamic Insurance in Russia

Legal aspects of Takaful vs insurance

Regulatory Framework of Doctrine of ‘Utmost Good Faith’ In Takaful

Shar'iah Framework of Takaful

Takaful (Islamic Insurance) Premium: A suggested regulatory framework

INSTITUSI

Bahrain

·          Hannover  Retakaful

Brunei

·         Insurans Islam TAIB

·         Takaful IBB

·         Takaful IDBB

Indonesia

·         PT Asuransi Tri Pakarta Syariah

·         PT Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo)

·         PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasional Re)

·         PT Syarikat Takaful Indonesia - Keluarga

·         PT Syarikat Takaful Indonesia - Umum

Jordan

·         Arab American Takaful Insurance Co

Kuwait

·         Al Fajer Retakaful Insurance Company Ltd 

Malaysia

·         Asean Retakaful International (L) Ltd

·         CIMB Aviva Takaful

·         EtiQa Takaful

·         Hong Leong Tokio Marine Takaful

·         HSBC Amanah Takaful

·         Labuan Reinsurance (L) Ltd

·         MAA Takaful

·         Maybank

·         MNRB Retakaful

·         Prudential BSN Takaful

·         Takaful Ikhlas

·         Takaful Malaysia

·          Munich   Retakaful

Pakistan

·         Pak  Kuwait   Takaful

·         Takaful Pakistan Limited

Qatar

·         Qatar Islamic Insurance Co

·          Qatar   Takaful Co

Saudi Arabia

·         Arabian Malaysian Takaful Co

·         Bank of Aljazira 

Singapore

·         Tokio Marine Retakaful Pte Ltd

Sri Lanka

·         Amana Takaful Limited

 

Suden

·         Islamic Insurance Co

·         Sheikan Insurance & Reinsurance Co

Tunisia

·         Best Reinsurance

United Arab Emirates

·         Takaful Re

·         Abu Dhabi Insurance Co

·         Salama Insurance Co


Baca Selengkapnya/Read More..

Minggu, 14 Desember 2008

Sikap Ketauladanan Kerendahan Hati

Kita tentu masih ingat tentang ilmu padi. Semakin berisi, semakin merunduk. Semakin seseorang bertambah ilmunya, semakinlah dia menyadari betapa dia mesti lebih banyak menundukkan kepalanya. Sehingga matanya tidak tertuju keatas untuk mendongak. Melainkan melihat kebawah kearah hati. Mungkin itu pula sebabnya kita mengenal istilah ‘rendah hati’. Tentu, rendah hati itu tidak sama dengan rendah diri. Sebab, rendah diri membawa kita kepada sikap inferior. Sedangkan sifat rendah hati menjadikan kita orang yang yakin kepada kemampuan diri tanpa harus membusungkan dada. Atau sekedar merasa diri lebih hebat dari orang lain. Kita kemudian berkata; “Apa salahnya orang hebat seperti gue membangga-banggakan diri?” Apalagi jika kehebatan dan kesuksesan kita ini, dihasilkan dari ‘jerih payah sendiri’. Tidak salah. Namun, padi tidaklah bersikap demikian.

Dulu. Ketika keunggulan manusia diukur oleh kemampuannya memainkan pedang. Orang-orang hebat saling berlomba untuk menjadi pendekar nomor wahid. Sehingga, mereka berlatih tanpa henti dengan tujuan utama; mengalahkan pemegang gelar ‘pendekar nomor wahid’ yang ada. Dan merebut gelar itu. Mereka tidak keberatan jika harus bertarung hingga mati.

Pada suatu ketika, kesaktian sang pendekar nomor wahid sudah mencapai tingkatan yang paling tinggi. Sehingga, tidak ada lagi orang yang berani menantangnya. Lama-lama, dia merasa bosan sendiri. Tak ada lagi pertarungan. Tak ada lagi kemenangan. Dan akhirnya, tidak ada lagi nilai dari gelar yang selama ini dibangga-banggakannya. Lalu, hati kecilnya berbisik; “Benarkah aku ini seorang pendekar nomor wahid?” Mengingat tak ada lagi yang berani menantangnya, seharusnya tak seorangpun meragukannya. Tetapi, hati kecilnya kembali berbisik; “Bagaimana seandainya dibelahan dunia lain ada orang yang lebih sakti. Apakah aku layak menyandang gelar ini?”

Kegelisahan itu membawanya kepada pengembaraan yang teramat panjang. Dia melintasi bukit. Menyeberang lautan. Menjelajah padang pasir yang gersang. Semuanya hanya untuk mendatangi orang-orang sakti dan mengalahkannya satu demi satu. Akhirnya, sampailah dia disebuah perguruan terakhir untuk ditaklukan. Jika dia berhasil mengalahkan orang paling sakti diperguruan itu, maka dia berhak menyandang gelar pendekar nomor wahid secara mutlak.
“Siapakah orang paling sakti diperguruan ini?” hardiknya, sesaat setelah dia mendobrak pintu gerbang. Dengan sekali tendang.

”Disini tidak ada orang yang seperti itu, Tuan” jawab orang-orang itu.“Perguruan macam apa ini?” sergahnya. “Masa, tidak ada orang yang paling sakti disini!” sang pendekar nomor wahid kembali menghardik. “Memangnya apa yang kalian pelajari selama ini dengan pedang, tombak, dan toya itu.?” “Disini,” jawab para murid. “Kami belajar tentang kerendahan hati,” katanya dengan serempak.

Sang pendekar nomor wahid terlihat gusar dengan omong kosong itu. Tidak ada perguruan yang mengajarkan kesia-siaan semacam itu. Kesaktian. Kehebatan. Dan kekuatanlah yang seharusnya diajarkan. Karena, hanya dengan cara itu kemuliaan seseorang ditentukan. Orang-orang saktilah yang kedudukannya tinggi. Orang-orang hebatlah, yang pantas dihargai. Orang-orang kuatlah yang layak ditakuti dan dihormati. “Antarkan aku kepada guru kalian,” pintanya.
Orang-orang diperguruan itu saling pandang. Lalu berkata; “Tuan sudah berada dihadapan guru kami,”. Sang pendekar kebingungan; “Apa maksud kalian?” katanya.“Disini,” jawab para murid. “Kami menjadi guru untuk orang lain.” Mereka diam sejenak. “Sekaligus menjadi murid bagi mereka.” Lanjutnya serempak.

Sekarang sang pendekar mulai mengerti bahwa diperguruan itu, setiap orang diperlakukan sebagai guru. Karena setiap orang ditempat itu mengajari orang lain tentang apa saja yang diketahuinya. Para ahli pedang mengajarkan pedang. Para ahli panah, mengajari cara memanah. Para ahli tombak, membuka rahasia tentang permaian tombak. Sang pendekar nomor wahid itu juga mengerti. Bahwa diperguruan itu setiap orang menempatkan dirinya sendiri sebagai murid. Sehingga tidak peduli kesaktian dirinya setinggi apa; mereka bersedia untuk belajar dari orang lain tentang sesuatu yang tidak diketahuinya. Para ahli pedang belajar bagaimana melempar tombak. Para jago toya belajar tentang cara memegang busur panah. Jadi, siapakah gerangan yang pantas menyandang gelar sebagai ‘orang yang paling sakti’ itu?

Sang pendekar nomor wahid tertegun. Dia menatap satu persatu wajah demi wajah yang ada dihadapannya. Menanyakan nama-nama mereka. Dan mengingat-ingat apa yang dikenang orang tentang nama-nama itu. Betapa terkejutnya dia, ketika menyadari bahwa mereka adalah nama-nama yang sangat harum mewangi didunia kependekaran. Merekalah legenda-legenda kesaktian. Namun, betapa terharu kalbunya ketika mengetahui bahwa; “bahkan orang-orang sekualitas merekapun tidak saling belomba untuk memperebutkan gelar terhormat itu.” Oh, inikah rupanya yang diajarkan oleh keredahan hati. Mereka merunduk. Ketika isi dan kualitas dirinya semakin meninggi. Mereka tambah merendah. Disaat pencapaian mereka menanjak dan mengangkasa. Seperti sang padi. Semakin merunduk. Ketika butir bulirnya semakin berisi.
Baca Selengkapnya/Read More..

Sabtu, 22 November 2008

Perang Sunggal, Pertempuran Tanpa Pahlawan

Bicara sejarah Kesultanan Deli, tidak dapat dipisahkan dari peristiwa sejarah lainnya. Salah satunya adalah peristiwa Perang Sunggal (Batak Oorlog) yang terjadi pada 1872-1895.

Ahli sejarah dan tokoh adat Melayu Tengku Lukman Sinar mengatakan, tidak ada seorangpun dinobatkan menjadi pahlawan dalam Perang Sunggal merupakan cacat sejarah. Dia memperkirakan Perang Sunggal yang mendapat medali khusus di Museum KNIL di Bronbeek Belanda, itu terbenam dalam sejarah perjuangan bangsa, karena perang itu disebut Belanda perang Batak Oorlog, sehingga yang muncul sebagai pahlawan nasional hanya Sisingamangaraja XII.

Padahal jelas dia, dalam Perang Sunggal yang disulut oleh Datuk Kecil merupakan catatan sejarah unik. Saat itu terjadi perseteruan antara Kedatukan Melayu Sunggal yang berasal dari Suku Karo Jawi, yakni Suku Karo yang turun gunung, melawan pemerintahan Belanda yang berkolaborasi dengan Kesultanan Deli yang merupakan anak beru (menantu) dari Kedatukan Sunggal.

Keturunan Keduabelas Kedatukan Sunggal, Datuk Chairil Anwar Surbakti, menambahkan, Kesultanan Deli disebut sebagai anak beru, sebab pada hakikatnya Kesultanan Deli berdiri disebabkan adanya pernkahan antara Gocah Pahlawan, sultan pertama Kesultanan Deli, dengan Nang Bahaluan, adik Datuk Hitam Surbakti dari Kedatukan Sunggal.

Namun pada 1870 Sultan Deli VIII Mahmud Perkasa Alam memberikan tanah subur dalam wilayah Sunggal untuk konsensi perkebunan kepada Maskapai Belanda De Rotterdam dan Deli Maschapij. Kenyataan ini tidak bisa diterima oleh rakyat Sunggal, sehingga menimbulkan kemarahan. Dengan dukungan rakyat, Datuk Badiuzzaman Surbakti dan adiknya, Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti angkat senjata terhadap pemerintah Belanda yang dibantu oleh Sultan Deli Mahmud Perkasa Alam yang dianggap sudah menghianati Sunggal.

Akibat peperangan itu, banyak datuk Sunggal yang dibuang ke Pulau Jawa seumur hidup. Dua diantaranya yakni Datuk Badiuzzaman Surbakti dan adiknya, Datuk Alang Muhammad Bahar. Masing-masing dibuang ke Cianjur dan Banyumas.

Saat ini bukti kedua orang Melayu dari Kedatukan Sunggal yang dibuang ke Cianjur dan Banyumas itu makamnya dikenal dengan sebutan Makam Istana Deli, dan kedua makam itu dihormati oleh penduduk setempat”, ujarnya.

Arsip.
Sumber: Media Indonesia, Kamis 28 Agustus 2003, halaman 21.

Baca Selengkapnya/Read More..

Kesultanan Deli Tidak Mempunyai Hak Atas Tanah Ulayat

Konflik pertanahan di Sumatera Utara (SUMUT) setelah masa peralihan dari Pemerintah Hindia Belanda ke Pemerintah Republik Indonesia (RI) sering mengemuka, terutama masalah tanah adat dan ulayat (daerah), yang diakui oleh keturunan Kesultanan Deli sebagai hak kesultanan.

Namun, hal itu dibantah oleh empat suku dari Kedatuan Sunggal yang menyatakan bahwa Sultan Delitidak memiliki tanah ulayat, tetapi hanya sebagai administratur.

Sejarawan dan tokoh adat Tengku Lukman Sinar mengatakan, berdasarkan fakta sejarah Kesultanan Deli pada hakikatnya hanya memiliki kekuasaan yang terbatas, yang diberikan Kedatukan Sunggal, yakni daerah Kuala Belawan dan Kuala Percut . Pemberian itu dilakukan oleh Kedatukan Sunggal dengan alasan selaku kalimbubu (mertua) kepada anak beru (menantu), sehubungan dengan pernikahan sejarah itu,jelasnya, ada dua kali pelangaran oleh keturunan Sultan Deli, yaitu di masa Sultan Amaluddin Mangedar Alam. Pada 1822, Sultan Mangedar Alam menyerang Sunggal dengan maksud menaklukkan menjadi di bawah kekuasaan Deli.

Namun, ujarnya, usaha sultan keenam dari Kesultanan Deli itu gagal. Hubungan antara Kedatuan Sunggal dan Kesultanan Deli yang retak, kembali membaik pada masa Sultan Osman Perkasa Alam (1850-1856). Kemudian memburuk lagi ketika Kesultanan Deli berada di tangan Mahmud Perkasa Alam yang memberikan beberapa tanah ulayat yang subur kepada Pemerintahan Hindia Belanda untuk perkebunan tembakau. Akibatnya terjadilah Perang Sunggal selama hampir 23 tahun.

Datuk Chairil Anwar Surbakti mengatakan, setelah masa penjajahan Kolonial Belanda berakhir, sebagian besar tanah ulayat di Sumatera Utara (Sumut) banyak diberikan kepada pihak-pihak lain, selama ini langkah-langkah yang sudah ditempuh oleh pemerintah Sumut, masih jauh dari rasa keadilan dan masih belum dapat menuntaskan masalah pertanahan di Sumut.

Kepala Seksi Umum Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut Supardy Marbun mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat, disebutkan bahwa tanah-tanah yang dikelola oleh Maskapai Perkebunan Belanda tidak bisa dikatakan tanah ulayat. Demikian halnya dengan Tanah Deli yang diberikan kepada Belanda, statusnya setelah pemerintahan Kolonial Belanda berakhir, otomatis menjadi milik pemerintah RI.

”Artinya, ketentuannya sudah jelas bahwa tanah bekas perkebunan Belanda di Tanah Deli ini menjadi milik pemerintah”,ujarnya.

Arsip.
Sumber: Media Indonesia, Kamis 28 Agustus 2003, halaman 21.

Baca Selengkapnya/Read More..

Datuk Badiuzzaman

Datuk Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti
Pejuang Penentang Penjajahan Belanda
1872 – 1895

Daftar Isi:
Datuk Baduzzaman Seorang Tokoh Sejarah
Keteladanan Datuk Badiuzzaman
Kerajaan Sunggal Serbanyaman
Perjuangan Datuk Badiuzzaman Melawan Belanda
Makna Perjuangan Datuk Badiuzzaman bagi Bangsa Indonesia Baca Selengkapnya/Read More..

I. Datuk Baduzzaman Seorang Tokoh Sejarah

Data Pribadi
Tempat/ Tgl Lahir : Sunggal (Kecamatan Medan Sunggal Propinsi) tahun 1845
Nama Ayah : Datuk Abdullah Ahmad Surbakti Sri Indera Pahlawan
Nama Ibu : Tengku Kemala Inasun Bahorok
Istri : Aja Uncu Besar


Nama Anak-Anak :
1. Datuk Mohd. Munai Surbakti
2. Datuk Mohd. Inggot Surbakti
3. Datuk Ralit Surbakti
4. Datuk Kinu Surbakti
5. Aja Itam Buruk Br. Surbakti
6. Aja Itam Merah Br. Surbakti
7. Aja Loyah Br. Surbakti
Nama Saudara :
1. Datuk Mohd.Mahir Surbakti,
2. Datuk Mohd. Lazim Surbakti,
3. Datuk Mohd Darus Surbakti,
4. Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti,
5. Datuk Mohd. Alif,
6. Aja Amah/Olong Br. Surbakti, dan
7. Aja Ngah Haji Surbakti

Pendidikan

1. Belajar Bahasa Melayu di Sunggal dengan guru kerajaan di bawah bimbingan pamannya Datuk Mohd. Abdul Jalil Surbakti dan Datuk Mohd. Dini Surbakti.
2. Mendalami ilmu agama Islam di berbagai tempat, seperti di daerah Sunggal, Kota Bangun, dan Aceh. Ia menguasai Bahasa Arab dan Ilmu Tauhid, serta hukum syariat Islam, belajar pada beberapa guru dan ulama, salah satunya bernama Syekh Maulana Muchtar penasihat spiritual kerajaan Sunggal zaman Datuk Abdullah Ahmad Sri Indra Pahlawan Surbakti.
3. Menguasai Bahasa Melayu dengan baik dan Bahasa Karo sebagai bahasa leluhurnya. Datuk Badiuzzazman Sri Indra Pahlawan Surbakti sebagai putra seorang Penguasa Sunggal sangat tekun mempelajari adat istiadat Karo/Melayu di daerah Sunggal, Jejabi, Kinangkung, dan Desa Gajah di bawah bimbingan tokoh-tokoh adat Melayu dan Karo yang sebagian merupakan keturunan dari Ator Surbakti dan Adir Surbakti.
4. Prinsip dasar seorang pemimpin rakyat dan jiwa seorang kesatria/pahlawan oleh ayahnya. Datuk Ahmad Sri Indra Pahlawan Surbakti Raja Urung Sunggal Serbanyaman VIII selalu mengajarinya tentang sifat-sifat seorang pahlawan yang harus dimilikinya, yakni

Bila ia bersungut maka ia bersungut dawai
Bila ia memandang maka ia bermata kucing
Bila ia memegang, maka ia bertangan besi
Bila ia merasa maka ia berhati waja
Bila ia berkarib setia ia tiada bertukar
Bila ia berjuang maka pantang surut ia biar selangkah
Bila ia menjumpai maut, mati ia berkapan cindai

Pesan itu hendak mengatakan bahwa seorang pahlawan harus bersikap pantang menyerah, pantang surut biar selangkah pun, tetap setia sikap dan prinsip hidupnya. Bila ia mati maka namanya akan tetap harum, karena hidupnya ditaburi dengan semangat pengorbanan, rela berkorban, sikap tanpa pamrih pribadi yang diwujudkan dalam perjuangannya.
Baca Selengkapnya/Read More..

II. Keteladanan Datuk Badiuzzaman

Sebagai sosok tokoh masyarakat, Datuk Budiuzzaman yang berjiwa besar dan rela berkorban memberi keteladanan:

1. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, seperti keadilan, keselamatan, dan kesejahteraan rakyat Sunggal;
2. Selalu membina persatuan dan kesatuan lintas etnik, yakni Karo, Melayu, Aceh, Gayo, dan lainnya dalam upaya mempertahankan wilayah Sunggal dari penjajahan Belanda;
3. Menerapkan prinsip musyawarah dan mufakat dalam mencapai suatu tujuan;
4. Konsisten dalam perjuangan untuk mencapai kebebasan;
5. Menjaga persatuan “bangsa” atau kaumnya;
6. Pantang menyerah dalam perjuangan;
7. Rela mengorbankan hidupnya dalam perjuangan membela kebebasan dan kesejahteraan rakyat dan masyarakatnya hingga mengalami pembuangan dan terpisah dari keluarganya sampai wafatnya. Baca Selengkapnya/Read More..