Rabu, 28 Mei 2008

2.000 Pejabat Sumut Tidak Sampaikan LHKPN

Rasa takut yang berlebihan menyebabkan lebih dari 2.000 pejabat di Sumut (48,52 persen dari 4.194 pejabat) belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Fakta ini mengindikasikan harta kekayaan sebagian pejabat di Sumut banyak tidak benarnya alias diperoleh dari hasil yang tidak jelas sumbernya," kata Ketua Komite Independen Anti Korupsi (KIAK) Sumut Datuk Chairil Anwar Surbakti dan Koordinator Daerah Transparansi Internasional Indonesia (TII) Sumut Jaya Arjuna kepada wartawan, Selasa (17/4) di Medan.


Datuk menilai, fakta LHKPN pejabat Sumut ke KPK ini, bisa disimpulkan pejabat daerah ini takut kalau korupsinya terbongkar melalui publikasi harta kekayaannya.

"Kalau bukan takut karena korupsinya akan terbongkar, tidak mungkin para pejabat itu tidak menyampaikan LHKPN-nya ke KPK," tegas Datuk.

Sementara itu, Jaya Arjuna melihat ketakutan pejabat Sumut karena dua hal. Pertama, pejabat yang menerima daftar isian tidak mengerti bagaimana cara mengisi LHKPN. Kedua, pejabat yang akan mengisi formulir, tidak bisa merinci atau menjelaskan asal-usul harta kekayaan yang ada padanya.

Dari dua persoalan ini, Arjuna melihat persentasenya sama besar. Artinya, faktor tak mengerti bagaimana mengisi formulir dan faktor sulitnya menjelaskan asal-usul harta kekayaan, menjadi dua hal yang sangat ditakuti para pejabat daerah ini dalam membuat LHKPN.

"Saya kira, kondisi seperti ini tidak hanya dialami pejabat Sumut saja. Pejabat setingkat menteri pun ada. Contoh seperti Mensesneg, Yusril Ihza Mahendra yang harus memakai jasa auditor untuk melaporkan jumlah harta kekayaannya," ungkap Arjuna.

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprovsu H Mangasing Mungkur SH MM kepada wartawan juga mengaku, perasaan takut salah kerap menghinggapi para pejabat di Sumut dalam pengembalian LHKPN ke KPK.

"Awalnya, saya sendiri juga was-was saat melaporkannya. Namun, karena yang saya laporkan apa adanya, perasaan itu akhirnya hilang sendiri," ucap Mungkur.

Soal penilaian miring KPK terhadap Sumut dalam pemberantasan korupsi, ditinjau dari laporan LHKPN yang baru mencapai 48,52 persen, Mungkur mengaku tidak sependapat.

"Kita sudah berupaya maksimal menyosialisasikan tata cara pengisian LHKPN ini ke berbagai daerah. Kalau hasilnya belum memenuhi harapan, janganlah kita dituding tidak kooperatif. Itu kan tidak membangun namanya," kata Mungkur yang juga Ketua Kelompok Kerja (Pokja) LHKPN Sumut itu.

Fadli Yasir >> Global | Medan

Sumber: Harian Global,
Thursday 19 April 2007
http://www.harian-global.com/news.php?item.15435.31