Kamis, 29 Mei 2008

Dialog Publik Refleksi Akhir Tahun Komite Independen Anti Korupsi

TERM OF REFERENCE (KERANGKA ACUAN)DIALOG PUBLIK REFLEKSI AKHIR TAHUN KOMITE INDEPENDEN ANTI KORUPSI ( APBD SUMUT 2006, GOOD GOVERNANCE VERSUS ALIANSI KORUPTOR ), Emerald Gardenia Hotel, Kamis 21 Desember 2006

A. Latar Belakang
Segala sesuatu dimulai dari niat/pikiran (garbage ini garbage out). Inilah sepenggal kalimat yang kami tanamkan ketika kami memulai menyusun tanggapan kami seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang yang merupakan implementasi amanat rakyat. Terasa sangat menyentuh makna terdalam dari berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini,ketika kita berupaya menakar bangsa seperti apa kita takkala senantiasa diposisikan sebagai bangsa yang korup oleh dunia luar,yang selalu mengamini segala bentuk penyelewengan kekuasaan. Bukan tak banyak upaya yang dilakukan untuk menekan dan sampai memberantas lajunya korupsi, namun umumnya berhenti pada satu titik yang yang tak jelas arah penyelesaiannya,dan disana kembali kita bertanya, apa niat yang kita tanamkan takkala diberi amanah untuk mengawasi kekuasaan publik.

Penyusunan APBD tahun anggaran 2006 selayaknya berpedoman pada ketentuan UU RI No.17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara,UU No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,UU RI No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah yang menjadi konsideran UU RI Nomor 13 tahun 2005 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006

Salah satu isu yang menonjol dalam masyarakat (masyarakat madani) adalah bagaimana menekan korupsi atas dana publik,terutama APBN/APBD. Banyak usaha yang telah dan sedang dilakukan namun hasilnya belum maksimal memberi harapan,sedangkan hampir semua praktek korupsi itu terus berlanjut lagi.Sampai saat ini usaha memberantas korupsi terutama masih tertuju dalam kerangka “mitani”(menelaah) dan represif berdasarkan hasil pengawasan atas pelaksanaan pembiayaan suatu proyek/kegiatan,seperti kecurigaan adanya mark up,fiktif dan kolusi yang merugikan Negara dan atau masyarakat.

Sementara ini telah dianggap sebagai kebenaran dan juga dianggap salah satu cara yang tertepat dalam menekan korupsi dan semacamnya yakni kalau seluruh proses manajemen publik/Negara dapat dilakukan ,dengan lebih transparan dan akuntabel yang dibarengi dengan pengawasan yang ketat.Artinya proses penetapan kebijakan publik seharusnya bukan lagi semata-mata menjadi hak prerogatif birokrasi dan kekuatan politik,tapi harus juga terbuka untuk menampung pemikiran/inisiatif dan dapat dipertanggung jawabkan secara lugas kepada masyarakat luas termasuk masyarakat madani.Dengan demikian penyelenggaraan manajemen publik yang lebih transparan dan akuntabel dalam aspek perencanaan pembangunan yang didanai dengan dana publik (APBD) harus segera dilaksanakan.

Pendekatan ini juga dilandasi oleh prinsip “garbage in garbage out” yakni segala sesuatu hendaknya harus dimulai dengan niat/pikiran.Niat publik sebagaimana yang nantinya akan terumus dalam RAPBD/APBD juga merupakan langkah awal yang sangat penting.Jika perumusan niat ini bersih,tentu besar harapan bahwa pelaksanaannya nanti akan lebih mudah dibuat bersih.Agar bersih tentu diperlukan keterbukaan dalam proses perencanaannya,perancangannya dan sekaligus dengan itu ditegakkan prinsip-prinsip akuntabilitas.

Dengan diundangkannya UU RI No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Penbangunan Nasional,UU RI No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU RI No.33 tahun 2004 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah,berbagai penyerahan kewenangan dan pembiayaan yang tadinya menjadi Pemerintah telah beralih menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah.Sebagian besar urusan umum pemerintahan akan menjadi urusan Pemerintahan Daerah.

Sesuai dengan tuntutan/tujuan otonomi daerah,yakni untuk pendidikan politik,pelatihan kepemimpinan,penciptaan stabilitas politik,menciptakan demokratisasi sisitem pemerintahan,meningkatkan dan mendekatkan pelayanan serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,maka secara teoritis ada beberapa keunggulan dari prinsip-prinsip otonomi yang dapat dimanfaatkan yakni :
1. Political equality. Dengan adanya otonomi daerah ,maka terbuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik ditingkat lokal.
2. Local accountability. Menurut Smith (1985) local accountability berarti bahwa pelaksanaan otonomi daerah akan meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam memperhatikan dan melayani hak-hak masyarakat. Sedangkan Ruland (1992) mengatakanlocal accountability berate bahwa dengan otonomi daerah akan tercipta proximity (kedekatan hubungan) antara aparat pengambil keputusan di tingkat local dengan para konstituennya,sehingga pembagian kekuasaan akan semakin dipertimbangkan sebagai jaminan bahwa tuntutan masyarakat akan didengar sehingga pelayanan umum akan semakin simetris dengan preferensi warganya.
3. Local responsuveness. Yaitu dengan otonomi daerah asimetri informasi yang terjadi antara masyarakat dengan para pengambil keputusan dimasa lalu sebagai akibat dikelolanya sebagian besar urusan umum oleh Pemerintah akan dapat diperkecil.Pemerintah Daerah diasumsikan lebih mengetahui prefensi umum warganya dibandingkan Pemerintah Pusat.Hal ini akan semakin mendekatkan pada tujuan dilaksanakannya otonomi daerah tersebut.

Kegagalan yang mungkin terjadi dari kehendak untuk mencapai tujuan otonomi daerah adalah karena lemahnya kemampuan elit local,prosedur demokrasi serta proses politik antara warga dengan otoritas kebijakan itu sendiri dalam menentukan pilihan publik.

Oleh karenanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah harus menciptakan ruang bagi partisipasi masyarakat dalam mengawasi dan menilai kinerja Pemerintahan Daerah.Agar masyarakat dapat berperan dengan baik maka Pemerintah Daerah harus terbuka (transparan) dalam berbagai hal sehingga pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada publik menjadi obyektif dan wajar.

Berkenaan dengan perubahan paradigma tersebut dan didukung dengan tuntutan masyarakat yang semakin kuat,hal mana merupakan tantangan bagi Pemerintahan Daerah untuk memberikan pelayanan administrasi dan pelayanan umum yang lebih efektif dan effisien,paripurna dan transparan. Hal itu memerlukan inovasi baru dalam penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi reorientasi kelembagaan,sikap aparatur,dan yang terpenting adanya kemauan politik (political will) para penyelenggara Pemerintahan Daerah itu sendiri.

Selama ini ada kesan antipati masyarakat terhadap para penyelenggara Pemerintahan Daerah disebabkan kurang baiknya kualitas pelayanan administrasi dan pelayanan umum yang diberikan. Nuansa praktek korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN) dan pelanggaran administrasi dibanyak lembaga dan lini Pemerintahan Daerah.ditambah dengan kurang transparan dan minimnya informasi/publikasi tentang dasar-dasar kebijakan pemerintahan,kelihatannya telah menjadi suatu budaya dan sangat sulit untuk diatasi.

Komite Independen Anti Korupsi menemukan belum adanya lembaga pengawasan masyarakat (public watch) yang efektif dan berwibawa terhadap prilaku-prilaku yang menyimpang dari aparatur pemerintahan daerah maupun penegak hukum.Dengan diakomodasikannya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik kami harapkan dapat membantu secara berangsur-angsur menghilangkan antipati masyarakat,karena masyarakat akan lebih memahami semua kendala dan keterbatasan kemampuan pemerintahan daerah dalam memberikan pelayanan dan dengan partisipasi dan transparansi akan meningkatkan rasa malu aparatur dan elit politik untuk melakukan KKN.

Anggaran adalah suatu kebijakan keuangan yang telah disepakati sebagai dasar untuk mengusahakan jumlah penerimaan dan dasar untuk menetapkan batas pengeluaran untuk pelaksanaan pemerintahan termasuk untuk pembangunan.Kesepakatan yang dimaksud diperoleh antara pemerintah daerah sebagai eksekutif dan lembaga legislative. Dengan demikian anggaran adalah suatu target untuk memperoleh suatu jumlah pendapatan daerah dan pembatasan untuk melakukan pengeluaran yang ditetapkan. Biasanya jumlah anggaran pendapatan adalah sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan ,namun pada saat ini perhitungan anggaran bahwa pendapatan berbeda dengan biaya yang akhirnya menghasilkan kelebihan (surplus) atau kekurangan (defisit).

Sumber penerimaan daerah menurut UU No.33 tahun 2004 adalah gabungan Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.Pendapatan Daerah bersumber dari pendapatan asli daerah(terdiri dari pajak daerah,retribusi daerah,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yaitu hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan,jasa giro,pendapatan bunga,keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan komisi/potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah) ditambah dengan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan.Sedangkan Pembiayaan terdiri dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah,penerimaan pinjaman daerah,dana cadangan daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Pada umumnya sumber utama dari pendapatan daerah adalah berasal dari pungutan yang disebut pajak atau retribusi. Pajak dianggap sebagai beban bagi masyarakat namun pada masa lalu selalu dikatakan “pajak adalah sumbangan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan.” Sebenarnya tujuan yang utama adalah untuk mampu menjalankan roda pemerintahan dan kemudian kalau ada sisanya dipergunakan untuk pembangunan. Selain dari pada itu pendapatan dapat juga bersumber dari keuntungan yang diperoleh dari badan usaha yang dimiliki dan juga dari pinjaman. Tidak lazim anggaran direncanakan dengan menghasilkan kelebihan,karena hal seperti itu membuktikan bahwa masyarakat telah dibebani dengan pungutan yang terlalu besar. Sedangkan anggaran yang defisit bukanlah sesuatu yang luar biasa yang perlu dilakukan dalam mengatasi anggaran yang defisit biasanya ditutupi dengan membuat hutang.

Dalam UU RI No.32 tahun 2004 disebutkan dalam pasal 181 bahwa kepala daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya untuk memperoleh persetujuan bersama.Rancangan peraturan daerah tersebut dibahas pemerintah daerah bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD serta prioritas plafon anggaran.Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan peraturan daerah tersebut dilakukan selambat-lambatnya 1 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan(tahun anggaran adalah 1 Januari s/d 31 Desember tahun berjalan).Atas dasar persetujuan DPRD,Kepala Daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah.

Selanjutnya dalam UU RI No 25 tahun 2004 pasal 17 ayat 2 dikatakan bahwa Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Jangka Menengah Daerah dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik. Sedangkan pada pasal 19 ayat 3 dikatakan UU RI No.25 tahun 2004 tersebut dikatakan RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulansetelah Kepala Daerah dilantik.

Bila kita mencermati UU RI No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara disana disebutkan pada pasal 20 ayat 1 “Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD,disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya”. Dan pada ayat 4 dikatakan “Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang dilaksanakan.

Anggaran yang telah dilaksanakan berfungsi sebagai akuntabilitas pemerintah daerah tentang penggunaan keuangan yang harus dipertanggungjawabkan sesudah akhir tahun buku. Pertanggungjawaban mengenai proses dan pelaksanaan RAPBD dilakukan oleh eksekutif dengan persetujuan DPRD sebagai wakil rakyat. Pengertian DPRD tidak seharusnya diartikan terbatas kepada anggota DPRD saja tetapi seluruh lapisan masyarakat.Fraksi Demokrasi Bersatu DPRD Kabupaten Karo mengajak masyarakat agar dapat berpartisipasi langsung untuk membicarakan RAPBD melalui berbagai mekanisme seperti dapat hadir dalam rapat pembahasan,menerima laporan dan informasi melalui media masa dan menyampaikan kritik dan saran melalui cara tertentu.

Sebagai lembaga pengawas DPRD hendaknya mampu memberikan penilaian berdasarkan prinsip yang obyektif dan kelayakan konsep RAPBD. Hilangkan kesan dari masyarakat konstituen karena ketidakmampuan melakukan penilaian DPRD dituduh bersekongkol dengan eksekutif untuk menyetujui RAPBD yang mengandung kebijakan yang lebih menguntungkan anggota DPRD dan pejabat eksekutif saja sedangkan rakyat selalu menjadi obyek penderita.

Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara anggaran belanja penerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat menerima pendapatan dari berbagai sumber yang sebagian tidak ada pada daerah seperti penerimaan hasil kekayaan alam yaitu minyak bumi dan gas. Pada saat ini pemerintah daerah memperoleh pendapatan dari pinjaman. Sedangkan pada sisi belanja perbedaan terletak pada komponen pinjaman luar negeri dan bunga.

Rincian dan pengelompokan komponen anggaran juga dapat berbeda karena setiap daerah dapat pula membuat format sesuai dengan kebutuhan maupun keinginan daerah. Namun penyusunan anggaran harus mampu untuk dipakan sebagai dasar kebijakan keuangan dan tujuan pengawasan.

Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah merupakan salah satu fungsi untuk melaksanakan good public governance. Pemerintah Daerah dan DPRD bertanggung jawab untuk menjamin suatu APBD yang melihat kepentingan masyarakat dan tidak melanggar aturan dibuatnya APBD tersebut. Kekurangan yang ada dalam berbagai hal tidak terlepas dari sejarah masa lalu dimana praktek yang kurang sehat terus berlanjut hingga sekarang. Mari kita bersama-sama untuk memperbaikinya tentunya dengan dorongan masyarakat agar good public governance dapat diterapkan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberi perlindungan dan rahmat kepada kita.


B. Nama dan Bentuk Kegiatan
Kegiatan ini diberi nama : “ DIALOG PUBLIK REFLEKSI AKHIR TAHUN KOMITE INDEPENDEN ANTI KORUPSI ( APBD SUMUT 2006, GOOD GOVERNANCE VERSUS ALIANSI KORUPTOR) “yang akan dilaksanakan dalam bentuk :
1. Ceramah Umum
2. Dialog
3. Panelis
C. Tujuan Kegiatan
Kegiatan ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh data, informasi dan fakta-fakta historis yang kongkrit tentang pelaksanaan APBD Sumut 2006 .
2. Bagaimana korelasi pertambahan pendapatan APBD Sumut 2006 dengan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara.
3. Menelusuri dan menemukan bukti-bukti hukum yang memperlihatkan adanya hubungan antara pelaksanaan Good Governance oleh Pempropsu dengan dugaan praktek Korupsi , Kolusi dan Nepotisme pelaksanaan APBD 2006 di masyarakat Sumatera

D. Target Kegiatan
1. Diperolehnya data,informasi dan fakta-fakta histories yang kongkrit tentang pelaksanaan APBD Sumut tahun 2006
2. Diketahui korelasi pertambahan pendapatan APBD Sumut 2006 dengan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara.
3. Ditemukan bukti-bukti hukum yang memperlihatkan adanya hubungan antara pelaksanaan Good Governance oleh Pempropsu dengan dugaan praktek Korupsi , Kolusi dan Nepotisme pelaksanaan APBD 2006 di masyarakat Sumatera

E. Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan ini adalah :
1. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara
3. Para Guru Besar, Dosen, Pengamat Politik, Pengamat Budaya dan cendikiawan Sumatera Utara
4. Wartawan, mahasiswa, pelajar dan NGO
F. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan sepenuhnya oleh PKomite Independen Anti Korupsi yang rencananya akan dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal :Kamis 21 Desember 2006
Tempat :Emerald Gardenia Hotel Medan
Waktu : Pukul 9.00 WIB s/d 16.30 WIB

Seminar ini direncanakan akan menghadirkan para Narasumber yang berkompeten dibagi dalam dua season dengan penceramah sebagai berikut :
Season I dengan penceramah
1.Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ,Drs .H.Taufiequrrahman Ruki, SH
Materi : Korupsi Materiel dan Keuangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2.Kepala Kepolisian Republik Indonesia , Jenderal Polisi Sutanto
Materi : Subjek dan Pertanggung Jawaban dalam Delik-Delik
Korupsi

3.Gubernur Sumatera Utara , Drs. Rudolf Pardede
Materi : APBD Sumut 2006 , menuju Tata Pemerintahan yang Baik

Season II dengan penceramah :
1. Guru Besar USU Medan, Prof.H.Chainur Arrasyd
Materi : Pertanggung Jawaban Pidana dalam Perkara Korupsi

2. Dosen USU Medan, Dr. Iskandar
Materi : APBD Sumut 2006, Efisiensi atau Pemborosan

3.Direktur Eksekutif Komite Independen Anti Korupsi , Datuk H. Chairil Anwar
Surbakti, SE
Materi : APBD Sumut 2006, Good Governance versus Aliansi Koruptor


G. Sumber Dana
Dana kegiatan ini berasal dari :
1. Komite Independen Anti Korupsi
2. Masyarakat Sumatera Utara

H. Penutup
Demikianlah Term Of Reference (Kerangka Acuan ) ini kami sampaikan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan kegiatan ini.

Medan, 23 November 2006
Komite Independen Anti Korupsi

Datuk H.Chairil Anwar Surbakti,SE
Ketua